Sabtu, 24 Desember 2011

Cerpen : MISI CINTA SEGI BANYAK



MISI CINTA SEGI BANYAK
Cerpen by : Vina Puspitasari


Tap…Tap…Tap…
Setiap ayunan kakinya mengiringi pandangan hampir setiap murid di koridor sekolah itu. Vi, panggilan akrab gadis itu benar-benar nggak merasa kalau semua mata tertuju padanya. Ya maklumlah, Vierra emang cantik, kulitnya putih mulus, tinggi, apalagi kalo’ lihat rambutnya yang super lurus kalo misalnya dikasih efek angin-angin dikit aja langsung deh mirip bintang iklan Sunsilk.
“Uhh… akhirnya sampe juga!” Kata Vierra ketika sampai di depan ruang kepala sekolah. Sambil menampakkan muka yang sangat lega kaya’ barusan dikejar angjing. Vierra memang anak baru di SMA Persada. So, dia belum begitu tau seluk-beluk sekolah itu. Sewaktu dia cari ruangan Kep Sek Vierra nekat aja lewat koridor kelas XII. Padahal dia bisa aja menyusuri pinggir lapangan sepak bola untuk sampai di tempat tujuannya. Jam istirahat memang banyak anak-anak kelas XII yang nongkrong di depan kelasnya sambil makan atau Cuma sekedar ngrumpi. Yupz, mungkin mereka menikmati masa-masa akhir SMA kale ya?
“Teng… Teng… Teng” Lonceng masuk berbunyi sangat keras.
Jam istirahat telah berakhir. Dengan muka-muka yang agak ditekuk dikit ditambah bibirnya yang mulai bermanyun-manyun. Ya, kalau diukur pake penggaris paling sekitar dua senti. Murid-murid kembali masuk kelasnya. Vierra senyum-senyum sendiri melihat tingkah mereka yang kaya’nya nggak jauh beda sih sama dia. Mereka memang aneh ya? Dari rumah mereka memang berniat masuk sekolah, tapi giliran suruh pelajaran, ugh… ada aja 1001 alasan buat bermalas-malasan. Misalnya, budaya ngantuk, lapar, lagi nggak mood, lagi kebelet ke belakang, dan banyak lagi alas an lainnya. Pokonya pusing deh kalo’ mikirin tingkah polah mereka. Mendingan kita mikirin mereka-mereka aja yang ikhlas nerima pelajaran. Mereka tuh ya notabene anak-anak yang benar-benar ingin meraih cita-citanya. Dan mungkin ada ya alasan yang terselubung dalam diri mereka masing-masing buat bener-bener konsentrasi belajar di sekolah.
“Vierra…” panggilan dari Bu Kepsek membuyarkan lamunannya.
“Iya Bu?” Vierra menjawab panggilan Bu Kepsek dengan senyum termanisnya.
“Vi, ibu akan mengantarmu ke kelas XI IPA 10, kebetulan kelas itu merupakan kelas yang muridnya paling sedikit disbanding kelas lain.” Kata Ibu Kepsek yang berpenampilan sangat modist itu sehingga terlihat lebih muda dari usia sebenarnya.
“Baik bu, kelasnya di sebelah mana?” Ujar Vierra sambil berjalan di belakang Ibu Anggun yang menuju ke kelas XI IPA 10.
“Kelasnya berada di sudut koridor ini. Tepatnya di depan koperasi.” Ibu Anggun mulai menjelaskan dengan gaya bahasanya yang anggun, sesuai namanya. Vierra dan Ibu Anggun terus berjalan tanpa bercakap-cakap lagi karna memang ruangan yang ditunjuk Bu Anggun itu sudah cukup dekat.
Sementara itu di kelas XI IPA 10 sedang terjadi keributan.
“Selamat siang anak-anak..” sapa Bu Via dengan ramah.
“Selamat siang buuu….” jawab anggota komunitas XI IPA 10 dengan malas-malasan. Bingung juga Bu Via dengan ulah anak didiknya itu. Padahal Bu Via sudah termasuk guru yang paling baik, ramah, nggak pernah marah, tapi kenapa ya? Kalau ibu guru yang satu ini masuk kelas, pasti jarang ada anak yang mengulum senyum. Mungkin ini karena beliau mengajar mata pelajaran Fisika yang tergolong sukar bagi sebagian besar murid-muridnya.
“Anak-anak, sekarang kumpulkan PR kalian. yang ibu berikan pada kalian semingggu yang lalu sewaktu ibu absent.” Bu Via berkata dengan nada yang agak serius.
“Yah ibu… PRnya susah nih bu,” Komentar salah satu dari siswa bawelnya.
“Bingung Bu, rumusnya banyak.” Tania menjawab asal-asalan. Bertubi-tubi murid Bu Via menolak mengumpulkan PR mereka. pasti deh, kalau disuruh ulangan, atau mengumpulkan tugas. Mereka punya saja alasan untuk menolak. Apa mereka nggak kasian ya? Sama guru-guru yang sangat berjasa itu. Entahlah! Tapi hati nurani mereka pasti sangat menghargai guru-guru tercinta. Cuma mungkin karna banyaknya tugas, jadi mereka kurang bisa membagi waktu. Ketika suasana kelas itu gaduh, tiba-tiba terdengar pintu yang diketuk.
“Tok-tok-tok!” segera semua mata tertuju ke arah pintu yang dibuka lebar itu. Ibu Via segera menghampiri ibu Anggun dan bercakap-cakap cukup serius. Ibu Via terlihat beberapa kali menganggukkan kepala tanda memahami apa yang dimaksud atasaanya itu. Setelah beberapa saat ibu yang berbadan gemuk itu, kembali masuk ke kelas. Ketika Bu Via mulai berbicara suasan menjadi hening sejenak.
“Anak-anak…” Suara Bu Via membuat anak-anak kembali ke bangkunya masing-masing.
“Sebelum ibu melanjutkan pelajaran ibu akan memperkenalkan siswa baru di kelas kalian.” Bu guru itu memulai pembicaraannya.
“Huhu swit-swit…” Sorak sorai norak sekaligus memekakkan telinga membuat suasana kelas semakin ramai. Setelah  itu Ibu Via mempersilahkan Vierra masuk ke kelas, dan berdiri di depan kelas.
“Silahkan kamu perkenalkan diri kamu, Vi.” Bu Via terdengar sangat ramah dengan Vierra.
“Assalamu’alikum Wr. Wb. Nama lengkap saya Laudya Zasky Vierranika. Biasa dipanggil Vi atau kalau nggak Vierra. Tempat tinggal saya di Perumahan Melati Permai blok B no. 9. Dulu saya bersekolah di SMAN 105 Jakarta. Lalu pindah ke sini karena megikuti orang tua yang pindah tugas. Sekian perkenalan dari saya. Semoga teman-teman bisa menerima saya sebagai bagian dari anggota dari kelas ini. Semoga juga, kita bisa berteman dengan baik. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.”
Setelah perkenalan diri, Vierra dipersilahkan duduk di samping seorang cowok berkacamata. Cowok itu tampaknya pinter, serius dan cukup cute sih.. Tapi ada satu hal yang bikin Vi mau muntah dan ilfill banget ma dia.Cowok itu sedang flu berat trus dia tu jorok banget pakai buang tisu di laci meja sampai tisu-tisunya menggunung.Ih jorok banget ya!
Teng…Teng…Teng…
Jam pelajaran fisika telah usai saatnya istirahat kedua. Di jam istirahat itu, Vi kenalan sama teman-teman barunya. Mereka ternyata baik dan friendly banget. Cuma dalam hitungan menit aja, Vi udah kenal sama mayoritas teman-teman sekelasnya. Termasuk sama teman sebangkunya yang super jorok itu. Dari bate name-nya sekilas ia melihat teman sebangkunya bernama Raditya Victory.  Tadinya mereka nggak ada yang mau ngomong duluan. Tapi gara-gara kebiasaan Vierra yang agak suka ceplas-ceplos akhirnya mereka berdua bisa berkenalan. Ternyata radit orangnya asyik berat. Kaya’ Beng-Beng.  Cuma yang super jorok itu yang bikin Vierra nggak betah. Vierra janji dia akan merubah tabiat buruk teman sebangkunya itu.
“Vierra, nanti pulang sekolah aku ajak kamu keliling wilayah sekolah ini ya? Biar kamu tau tentang seluk-beluk sekolah ini. Kata Mala sambil makan permen karet. Mala adalah orang kedua yang berkenalan langsung dengan Vierra. Vierra merasa klop banget dengan gadis rambut panjang yang sering mengikat rambutnya dengan model ekor kuda itu.
“Okey deh..” Kata Vierra. Dia nggak nyangka kalau ternyata dibalik wajah Mala yang kelihatan galak plus badannya yang cukup gendut ternyata dia baik juga.
Sepulang sekolah…
“Vi, ayo kita jalan-jalan aku akan tunjukkin ruang-ruang di sekolah ini.” Ajak Mala dengan semangatnya yang berapi-api.
“Vi, ni ruang keterampilan, itu ruang computer,trus di deretan depan itu ruang kelas XII.” Mala menerangkan satu-persatu ruangan di sekolah itu.
“Kalo’ itu ruang apa, La?” Vierra menunjuk salah satu ruangan di sudut kanan yang memang tergolong unik. Di samping kanan kiri dan depan ruangan itu dihiasi aneka pernak-pernik kaya’ ruang Taman Kanak-Kanak.
“O..itu… kantin bulan.” Kata Mala dengan nada misterius.
“Ha? Bulan? Nggak salah nih?” Vierra takjub banget dengan nama itu.
“Iya, itu emang namanya kantin bulan. Karna yang punya, namanya Bu Lani. Tapi anak-anak sini akrab dengan sebutan Bulan. Kantin itu baka sejak 6 bulan yang lalu. dan emang dibikin konsep kaya’ TK. Katanya sih, biar unik. kalo’ di sebelah kantin itu, kamu pasti udah tau kan? Itu lapangan basket. dan pasti kamu heran, kenapa cowok itu panas-panasan di lapangan basket, main basket sendirian. Yak an? Ngaku nggak??” Tebak Mala seolah dia tau apa yang dipikirkan sobat barunya itu.
“heeh nih? Kenapa sih dia?”  Jawab Vierra dengan rasa penasaran yang membuncah.
“Gini loh Vi, Dia tuh emang cowok aneh. Nanti deh, aku ceritain semuanya di kantin. sekarang, kita makan dulu yuk.. Aku laper banget.” Kata mala sembari menghambur ke gerombolan temannya yang ada di kantin .
“Ugh! Dasarrr Gembuuul!!” Vierra segera nyusul Mala ke kantin Bulan yang baru pertama kali ia datangi itu.
***
Sesampainya di rumah…
“Capek banget emang ya, sekolah hari pertama itu…” Gumam Vierra sembari merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Ia kembali memutar memorinya ke percakapan antara dia, Mala, dan teman-temannya di kantin tadi siang.
Cowok itu ternyata namanya Aldo. katanya dia itu cowok badung, nakal, nyebelin, nggak punya hati, susah diatur, dan pokoknya banyak banget deh tingkah polahnya yang negative yang kalo’ ditulis bisa penuh tuh satu buku folio. Terus parahnya lagi, masa’ dari tukang bakso, tukang kebun, teman-teman, guru-guru, samapi KepSek semua membencinya. Nggak tau kenapa deh. Di sekolah yang luas banget itu, Aldo nggak punya satupun teman. padahal di sana kan siswanya ada lebih dari 500 orang. Kasian banget dia ya? tapi ah…ngapain aku pikirin… Toh dia dan aku nggak saling kenal. Bodo amat. Mendingan sekarang aku pikirin kelasku, XI IPA 10. Batin Vierra.
Vierra jadi tau seluk beluk kehidupan klas itu dari cerita Mala tadi selama perjalanan pulang. Karena emang Mala dan Vierra rumahnya searah. Jadi bisa pulang bareng. Ternyata kelas yang terletak di sudut koridor itu menyimpan asem manis dan asin (kaya’ permen nano-nano nih ya? hehehe,,) pengalaman pertemanan murid-murid kelas ASEP. ASEP itu, sebutan keren buat kelas XI IPA 10. Walaupun image kelas itu memang buruk di mata guru-guru. Tapi, Vierra yakin sebenarnya kelas itu menyimpan berjuta prestasi.
Dari cerita Mala, Vierra tau kalo’ murid-murid cowok kelas ASEP yang terkenal gadung ternyata mereka jago Olahraga. Dari basket, voli, sampai sepak bola mereka selalu jadi juara saat pertandingan antar kelas. Bahkan kata Mala, karena besarnya rasa solidaritas yang ada pada diri mereka masing-masing, mereka sampe bertangis-tangisan bareng ketika pertandingan sepak bola melawan kakak kelas yang bermain kasar. Aduh Vierra jadi terharu banget dengar cerita itu. Terus kalo’ yang bisa dibanggain dari murid-murid ceweknya itu, macem-macem banget sih… Ada yang jago nyanyi, pinter masak, ahli hafalan pelajaran, ahli bikin cerita plus puisi, dan yang nggak kalah seru, mereka itu, suka bikin suasana jadi ramai dan ceria. Walaupun ditambah dengan bumbu-bumbu cerewet. Vierra percaya bahwa dia dan teman-teman barunya itu, suatu saat nanti, akan bisa berprestasi yang membanggakan serta bisa menghapus image buruk kelas Asep.
Dengarkan curhatku…
Betapa anehnya tingkah…
Cklik. Vierra menekan tombol kiri atas di ponselnya begitu mendengar ponsel mungilnya itu berbunyi.
“Hallo, Assalamu’alaikum.” sapa seseorang di seberang sana.
“Wa’alaikumsalam. Ini siapa ya?” Jawab Vierra dengan nada agak bingung.
“Ini aku, Mala, Vi.. Pasti kamu belom simpan nomer aku di Phonebook ya?” Kata Mala dengan nada sok galak.
“Ya ampun.. Sorry La, Aku belom sempat simpen nomer kamu di phonebook.” Vierra berkata dengan perasaan bersalah.
“Udah Vi, nggak papa. Aku cuma bercanda kali. Oya, ngomong-ngomong gini loh.. Aku nelfon kamu buat kasih tau, sore ini ada pertandingan basket. Semua anak wajib dateng, sore ini aku jemput kamu jam empat ya? Key? Udah dulu ya? Bubeh..! Wassalamu’alaikum.”
Terdengar bunyi tutut panjang.
“Ugh dasar Mala, belom sempet aku jawab udah dimatiin.” Gerutu Vierra akibat ulah temannya itu.
Tepat pukul empat Vierra yang dibonceng Mala sudah tiba di lapangan basket SMA Persada. Suasana sore itu emang sudah cukup ramai. Karena pertandingan basket jam pertama dan kedua sudah dimulai.
“Prriiiiit!!”
Peluit panjang dibunyikan tanda pertandingan sudah usai. Berarti saatnya pertandingan jam ketiga yang merupakan pertandingan kelas Asep. Pemain basket kelas Asep terlihat memasuki lapangan basket diikuti supporternya yang super gokil. Mereka berulang kali meneriakkan yel-yel untuk menyemangati para pemainnya.
“Prit.Priitt…!!!” Tanda permainan dimulai tepat setelah kelas Asep selesai berdo’a. pertandingan sore itu berlangsung lancar dan cukup mudah bagi kelas IPA 10 untuk meraih kemenangan karena lawan yang dihadapi tidak terlalu sulit.
“Vi, kita pulang yuk! Takut kesorean nih!” Ajak Mala pada Vierra sesaat setelah pertandingan usai.
“Yuk.” Vierra mengangguk tanda setuju. Vierra dan Mala menuju tempat parkir sepeda motor ketika tanpa sengaja Vierra mendongak ke atas melihat papan sponsor yang bergoyang-goyang. Vierra curiga, kaya’nya papan yang bertuliskan nama sebuah produk sponsor pertandingan basket itu seperti mau roboh. Dan benar saja.
“Awas..!!!" Jerit Vierra.
“Brakk!!!” Terdengar suara keras yang membuat semua orang memusatkan perhatiannya ke arah sumber sumber suara.
Vierra tiba-tiba saja berlari dan menarik lengan seorang cowok yang berbaju tua itu.
“Hah.. Untung aja…” Kata Vierra sambil terengah-engah. Semua orang yang ada di situ menganggap Vierra sebagai pahlawan. Tapi, cowok yang sepertinya pernah dilihat Vi sebelumnya itu malah pergi tanpa berkata sepatah katapun. Ketika Vierra sedang bingung dengan kejadian yang baru saja dialaminya apalagi dengan tingakah cowok aneh itu, tiba-tiba Mala sudah ada di sebelahnya.
“Ayo Vi kita jalan. Kamu nggak usah deh pikirin tuh cowok sinting lagi. Dia emang kaya’ gitu. Makanya, dia nggak punya temen.” Kata-kata Mala menyadarkan Vierra bahwa cowok yang baru ditolongnya itu adalah murid teraneh di SMA Persada.
Beberapa minggu setelah insiden di lapangan basket itu Vierra jadi sering bertemu dengan Aldo.Entah tanpa sengaja pasti ada saja alasan yang membuat Vi ketemu sama Aldo.Tapi Vi nggak pernah sekalipun mengulum senyum pada cowok yang setiap hari selalu mengubah gaya rambutnya itu.Siang itu Vierra pulang sekolah sendirian soalnya hari ini Mala sakit.Vierra berencana akan menjenguknya sepulang sekolah.Namun di tengah jalan Vierra melihat sesosok makhluk yang sudah tidak asing lagi baginya.Yupz……Dia Aldo. Sepertinya Aldo sedang dikeroyok oleh segerombolan orang yang terlihat sangat menyeramkan itu.Tiba-tiba pandangan yang tidak mengenakkan dilihat Vierra.
“Bug!!Bug! Plakk!!” Aldo dipukul berulang kali oleh orang-orang itu.
“Tolong…. Tolong…. Tolong…. Polisi.. Polisi..” Tiba-tiba saja dari bibir mungil gadis berseragam SMA itu keluar kata-kata yang membuat pengroyok lari terbirit-birit. Vierra segera menghampiri Aldo. Dia berniat menanyakan keadaan Aldo. Tapi, ya begitulah Aldo. Seperti insiden di lapangan basket. Dia langsung ngeloyor pergi tanpa mengucap sepatah katapun. Kali ini Vierra bener-bener kesal. Dia mengikuti langkah Aldo sambil ngomel-ngomel. Dasar Vierra, emang gadis yang pemberani yang ceplas-ceplos. Dia berulang kali ngata-ngatain Aldo. Aldo sepertinya tidak menganggap keberadaan Vierra yang terus menguntit di belakangnya sambil menyenandungkan kata-kata pedas. Aldo tetap diam dan memandang lurus ke depan tanpa menoleh sedikitpun. Dan akhirnya…
“Aldo!! Aku nggak ngarepin ucapan makasih atau apapun dari kamu. Tapi aku bakalan bantu kamu biar kamu punya temen lagi.”
Toeng-toeng. Akhirnya Aldo menengok juga setelah seribu kata diucapkan Vierra. Baru kalimat ini yang mendapat tanggapan dari Aldo.
“Beneran kamu bantuin aku?” tanya Aldo meyakinkan Vierra dengan gaya sok cool. Vierra menganggukkan kepala tanpa berkata-kata lagi.
“Yuk! Ikut sama aku!” Ucap Aldo, meraih tangan Vierra tanpa permisi lalu meyeretnya naik di atas Tiger Hitam kemplingnya.
Kemudian sesampainya di sebuah warung bakso yang terletak di dekat di sebuah traffic light Aldo menghentikan motornya. Vierra mengikuti Aldo memasuki warung yang terlihat sederhana itu. Tanpa bertanya pada Vierra, Aldo langsung memesan 2 mangkuk bakso plus dua gelas es teh. Mula-mulanya Aldo terkesan dingin dan cuma diam saja. Tapi gara-gara Vierra terus-terusan nyerocos, akhirnya Aldo mau bercerita dirinya.
“Do? Kamu nggak pa-pa kan? dari tadi diem terus?”
“Sebenernya, aku nggak mau ceritain ini sama siapaun. Termasuk kamu. Tapi well, aku yakin kamu pendeengar yang baik.” Ucap Aldo sambil menyendok sambal dan menaruhnya di atas manguk baksonya.
“Key, terus kenapa sih sikap kamu kayak gini?”
“Aku muak sama keadaan keluarga aku di rumah. Orang tua aku cerai beberapa bulan yang lalu. Terus, beberapa minggu yang lalu kakak aku ditangkep polisi. Udah lama dia gabung sama gank pengedar sekaligus pecandu narkoba. Belom lagi, sikap adik aku yang nggak pernah terdidik ngebuat dia dikeluarin dari sekolah. Dia ketahuan nyuri soal TUC dan nyebarin kunci jawabannya ke temen-temennya.” Aldo menghentikan ceritanya untuk melahap baksonya. Sementara Vierra masih terus makan baksonya sambil sekali-kali melihat ekspresi Aldo.
“Suasana rumah nggak pernah enak tiap kali kita semua kumpul. Bahkan jarang semuanya ada di rumah malah. Aku kesel kenapa harus aku yang ngalamin semua itu. Rasanya aku cuma seorang pecundang yang ngelampiasin masalah aku di rumah ke sekolah.” Vierra manggut-manngut mendengar ceritanya. Dia sama sekali nggak nyangka ternyata Aldo punya kehidupan seperti itu. Lebih menyedihkan dari kehidupan menyedihkan manapun.
“Tapi kan kamu nggak perlu bersikap kaya’ gitu buat ngelampiasin semuanya. Yeah, aku tau itu berat. Harusnya aku nggak ngomong itu tadi.” Ucap Vierra, merasa enggan karena telah lancang berkata seperti itu.
“Hmm, iya harusnya. Tapi aku nggak bisa. Rasanya berat ngejalanin hidup ini. Jauh dari kehidupan semua orang. Nggak ada yang mau ngertiin aku.” Aldo mengucapkannya dengan sorot mata kepedihan. Vierrapun meletakkan sendok dan garpunya di mangkok. Dia menatap Aldo yang duduk di depannya.
“Aku janji bakal jadi temen yang baik buat kamu. Tapi, kamu harus berubah. Kamu nggak boleh bersikap seperti ini terus. Aku bakalan bantu kamu untuk berubah. Biar orang lain tuh mau memandang sisi baik kamu. Dan mau jadi temen kamu.” Aldo  menatap Vierra. Vierra langsung memalingkan wajahnya kembali ke mangkuk.
“Thank’s ya buat semuanya. Kamu udah mau jadi temen aku dan sekarang kamu mau bantuin aku.”
“Yeah, gitu kan hidup? Untuk saling membantu.”
Mereka terkekeh bersama-sama dan mulai membicarakan hal lain yang menyenangkan.
***
Malam harinya, Vierra menjenguk Mala karena tadi siang ada acara tak terduga yang menunda rencananya menjenguk sobat tercintanya itu.  Mala sudah berangsur-angsur sembuh. Dia berencana mulai berangkat sekolah lagi besok. Di kamar Mala yang tertata rapi itu bercerita tentang pertemuannya dengan Aldo tadi siang. Menceritakan semuanya tentang kehidupan Aldo, tentang sikap kocak yang ternyata juga dimiliki Aldo dibalik sikap cuek yang selama ini dia tunjukkan, dan juga janji Vierra yang bersedia membantu Aldo untuk berubah menjadi seseorang yang lebih baik. Berkali-kali Mala hampir syok mendengar cerita Vierra yang dilebih-lebihkan.
Vierra mengajak Mala agar Mala mau ikut membantu Aldo. Ucapan sangar dan galakpun langsung terlihat dalam ekspresi Mala.
“Gila banget ide kamu. Kamu mikir nggak sih, kalo itu tuh beresiko berat banget buat image kita. Bisa-bisa kita ikut-ikutan dibenci banyak orang kaya’ Aldo. Ogah deh!” Ucap Mala lalu menyedot ingusnya kembali ke hidung. Sepertinya dia terkena flu babi.
“Ayolah please,.. Kita harus bekerja sama untuk ini. Nggak ada ruginya kalo kita ngebantuin orang. Dan bukan cuma aku yang dapet pahala. Kamu juga. Aku jamin!” Vierra berusaha meyakinkan Mala. Mala memutar bola matanya untuk berpikir lalu menyemprotkan ingusnya ke tissue yang sudah menggunung.
“Ih, kamu nggak beda-beda jauh ya sama Radit. Sama joroknya.”
“Biarin. namanya juga lagi sakit.”
“Okey, terus gimana? Mau nggak bantuin aku?” Vierra menegaskan sekali lagi pada Mala.
“Okey. Aku mau.”
“Well, Bagus. Kalo’ kamu mau, kemungkinan besar si Radit mau bantuin aku juga. Aku bakal telpon dia nanti.”
Setelah itu, Vierra pamit pulang. Dengan Vario pinknya dia menuju Perumahan Melati Permai Blok B no. 9. Dan langsung menelepon Radit untuk memintanya membantu menyukseskan misinya. Alhasil, Radit langsung setuju dan berjkata dengan nada pasti. “Okey!” tanpa embel-embel lain seperti Mala tadi.
Vierrapun tak bisa tidur tak sabar menunggu pagi datang.
***
Misi Vierra untuk membantu Aldo mulai dijalankan tiga hari setelah pengeroyokan itu. Selain untuk mencari ide buat membantu Aldo, Vierra juga menunggu Mala benar-benar sembuh dari sakitnya. Mulai sekarang Vierra, Mala, Radit, dan Aldo terlihat kompak ke manapun. Tak heran banyak orang yang memandang kedekatan mereka dengan tatapan aneh setelah ketambahan Aldo. Vierra berniat mengajari Aldo bagaimana caranya menjadi seseorang yang baik. Pokoknya segala tindakan Aldo diarahkan Vierra agar dipandang oleh orang lain sebagai suatu hal yang baik.Seperti kejadian siang itu…
“Nih! Aku bawain teh botol buat kamu. Kayaknya kamu kecapekan banget.” Ucap Vierra saat menemui Aldo yang terlihat kecapekan setelah main basket. Tanpa mengucap apa-apa, Aldo menyambar botol itu dari tangan Vierra. Vierra merengut, menunggu Aldo mengucapkan terima kasih.
“Kamu bener-bener ya? Kamu tau kan? Habis kita dikasih sesuatu sama orang bilang apa?” Vierra berkata pada Aldo. Jadi mirip seorang guru TK yang mengajari sopan santun pada anak didiknya…
Aldopun nyengir, menimbulkan lubang kecil di salah satu pipinya lalu berkata, “Makasih Vi..” Ucapnya. Berusaha terdengar sopan.
“Okey! Aku rasa kamu perlu belajar lebih banyak hari  ini. Pertama, kamu harus minta maaf, setiap kali melakukan kesalahan sama orang lain. Walaupun kamu nggak sengaja nglakuinnya.  Kedua, belajar menghormati pendapat orang lain, menghormati orang yang lebih tua, bersikap dewasa menghadapi apapun. Dan yang terpenting, sabar.” Cerocos Vierra tanpa titik dan koma. Aldo terlihat kesulitan mencerna instruksi dari Vierra, yang mau nggak mau Aldo harus mengakui Vierra sebagai guru privatnya.
“Kamu lihat cewek yang bawa banyak banget buku di depan perpus sana.” Ucap Vierra sambil menunjuk ke depan perpus. Terlihat seorang cewek berkacamata tebal dan berkepang sedang kesulitan membawa setumpuk buku.
“Ya, kenapa?” Tanya Aldo.
“Aku minta kamu bantuin dia sekarang. Aku bakalan ngawasin kamu dari sini. Inget, harus sabar dan sopan.” Lagi-lagi Vierra mengingatkan.
“Okey,” Dengan santainya Aldopun menuju depan Perpustakaan. Sampai di sana, Aldo berusaha mengungkapkan niatnya untuk membantu cewek berkacamata tebal itu.
“Kelihatannya…” Baru saja Aldo mau berkata, cewek itu malah langsung menunjukkan ekspresi ketakutannya dan lari berbalik meninggalkan Aldo. Aldo mengerutkan kedua alisnya. Keheranan.
Entah dari mana datangnya, Vierra langsung berada di belakang Aldo.
“Tampang aku terlalu nyeremin ya sampe dia lari ketakutan gitu?” tanya Aldo sebelum berbalik menatap Vierra.
“Enggak sih, ya itulah kalo’ dapet cap jelek. Tapi nggak pa-pa kok. Bentar lagi kita pasti berhasil ngerubah pandangan orang terhadap kamu.”
“Ya.” Jawab Aldo tegas.
“Besok kamu belajar tentang sopan santun sama Mala. Terus hari berikutnya kamu belajar jadi cowok yang baik sama Radit.” Vierra menerangkan.
Merekapun terdiam sejenak dan mulai meneruskan latihan setelahnya.
***
Dua minggu sudah Vierra, Mala, dan Radit berusaha membuat orang lain menyukai tindakan Aldo. Namun tetap saja mereka tetap takut dengan Aldo. Setiap Aldo mau berbuat baik, pasti orang lain langsung kabur menjauh dari Aldo. Mala, Radit, bahkan Aldo sendiri hampir putus asa. Tetapi Vierra tetap bersikukuh meyakinkan mereka bahwa semuanya pasti akan berhasil.
“Aku nggak tau harus berbuat apalagi, Vi.” keluh Aldo.
“Kamu sama aja ya sama Mala dan Radit. Mereka hampir nyerah, terus sekarang kamu juga ikut-ikutan nyerah. Ayolah semangat lagi….” Vierra memohon.
“Aku udah berusaha Vi. Tapi kamu lihat sendiri kan? Nggak ada yang percaya sama perubahan aku.”
“Do, Kita pasti bisa. Kita harus yakin.” Vierra memohon lagi.
“Okey. Kita akan terus coba.”
“Bagus!!”
***
Sudah 6 bulan Vierra, Mala, Radit, dan Aldo berjuang. Akhirnya berangsur-angsur sekarang Aldo mulai punya teman. Walaupun cuma sedikit.Prestasinya juga mulai membaik.Angka kredit point pelanggaran juga mulai berkurang.Kebiasaan makan di kantin dan tidak pernah membayar juga sudah tidak pernah dia lakukan lagi.Vierra mulai bisa bernapas lega dengan perubahan yang dialami Aldo.
Tidak terasa seminggu lagi ujian kenaikan kelas Vierra dan kawan-kawannya akan melangkah menuju kelas XII.Berarti sudah satu tahun Vierra bersekolah di SMA Persada.Kini Aldo sudah kembali menjadi seorang murid yang baik.Dia sudah punya banyak teman.Tidak ada lagi orang yang membencinya.Bulan sebagai penjual di kantin SMA Persada sangat menghargai kejujuran Aldo.Guru-guru dan Kepsek tidak lagi membenci Aldo.Justru sebaliknya,mereka sangat menyayangi Aldo karena ternyata Aldo mampu mengukir beragam prestasi.
Sabtu siang sepulang sekolah Aldo mengajak Vierra,Mala,dan Radit makan bareng di warung bakso sederhana tempat pertama kali Aldo berbagi cerita dengan Vierra.
“Bu! Aku pesen air panas di mangkuk ya.” Ucap Radit setelah menerima semangkuk bakso berisi bakso yang menggiurkan lidahnya. Otomatis, ketiga temannya langsung menautkan alis bersamaan. Bingung dengan tingkah Radit yang memesan air panas.
“Buat apa, Dit?” Tanya Mala.
“Buat ngrendem sendok, biar terbebas dari kuman-kuman. Biar aku nggak gampang kena flu lagi.” Jawab Radit. Teman-temannya langsung tertawa berbarengan.
“Iya deh. Biar kamu nggak sering-sering lagi ninggalin tisu-tisu kotor di laci. Hiy, cepet banget kumannya berkembangbiak. Sampe nular ke aku.” tegur Mala. Lagi-lagi mereka berempat tertawa.
“Udah-udah deh! Nggak usah ketawa-ketawa lagi. Bisa-bisa baksonya dingin. Kita makan yuk baksonya. Anggep aja, bakso ini tuh sebagai bakso tanda terimakasih aku ke kalian semua.”
“Yuk kita makaaann!!” Jerit Radit setelah selesai merendam sendok di mangkoknya.
“Hey pren, aku beruntung banget bisa punya temen-temen seperti kalian. Aku nggak tau gimana jadinya aku kalo’ nggak ada kalian. Terutama Vierra.” Ucap Aldo kemudian.
Sore itu mereka merasa sangat bahagia. Aldo terutama karena mempunya teman-teman yang baik. Vierra juga senang mendapat traktiran dari Aldo. Dia menyebutnya traktiran keberhasilan “MISI CINTA SEGI BANYAK”. Artinya Aldo sekarang sudah mendapatkan cintanya kembali dari orang-orang di sekitarnya dan tak ada lagi yang membenci Aldo. dan akhirnya, MISI CINTA SEGI BANYAK telah berhasil dilaksanakan dengan sukses oleh Vierra dan kawan-kawannya.
- T H E  E N D-

Penerapan/Aplikasi Cahaya Terpolarisasi


Penerapan/Aplikasi Cahaya Terpolarisasi
1.      Kaca mobil
Kaca mobil pada umumnya berwarna hitam, biru atau hijau tua. Kaca itu sudah diberi lembaran plastik polaroid, sehingga sinar matahari yang keluar dari kaca tersebut  sudah terpolarisasi dan intensitasnya sudah mengecil.
2.      Kacamata ryben
Kacamata ryben adalah kacamata yang digunakan saat terik matahari, seperti di pantai atau sedang naik sepeda motor. Tujuannya supaya sinar yang keluar dari kaca ryben sudah terpolarisasi dan intensitas cahaya mengecil tidak menyebabkan silau.
3.      Film Tiga Dimensi
Film ini dibuat dengan menggunakan dua buah kamera atau kamera khusus dengan dua lensa. Di dalam gedung bioskop, kedua film diproyeksikan pada layar secara simultan. Sebuah filter polarisasi yang diletakkan di depan lensa proyektor sebelah kiri akan meneruskan gelombang cahaya dari gambar pada suatu arah getar tertentu. Bersamaan dengan itu filter lain di bagian kanan akan meneruskan gelombang cahaya tegak lurus arah getar yang dihasilkan oleh filter pertama. Penonton mengenakan kacamata khusus yang berfungsi sebagai filter. Filter ini akan menyebabkan kesan gambar yang diterima oleh mata kiri dan kanan akan berbeda. Sehingga kesan gambar tiga dimensi akan terasa.
                                                                                                                                   
4.      Sacharimeter
Sacharimeter adalah polarimeter yang khusus untuk menentukan konsentrasi larutan gula. Larutan gula disebut larutan optik aktif. Larutan tersebut ada yang dapat memutar bidang getar polarisasi ke kiri dan ada juga yang ke kanan. Dengan alat semacam ini, orang dapat menentukan konsentrasi larutan optik aktif.

5.      LCD (Liquid Crystal Display)
Peraga kristal cair yang dalam bahasa Inggris disebut LCD berisi dua filter polarisasi yang saling menyilang menghalangi semua cahaya. Namun, diantara kedua filter itu terdapat lapisan kristal cair. Selama tenaga listrik alat ini dipadamkan, kristalnya memutar sinar-sinar cahaya yang lewat dengan membentuk sudut 90 derajat. Sinar-sinar yang terputar itu kemudian dapat menembus filter belakang. Sinar-sinar itu dipantulkan oleh cermin sehingga peraga tampak putih. Angka atau huruf pada peraga terjadi dengan cara “menyalakan” daerah-daerah kristal cair. Ini mengubah kristal itu sehingga kristal tersebut  tidak lagi memutar cahaya.

6.      Langit Berwarna Biru
Fenomena menarik dari peristiwa polarisasi hamburan adalah langit yang tampak berwarna biru. Fenomena ini terjadi karena kuantitas cahaya yang dihamburkan bergantung pada panjang gelombang cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombang cahaya maka semakin sedikit cahaya yang dihamburkan oleh molekul udara. Cahaya merah dan jingga memiliki panjang gelombang lebih besar daripada cahaya biru dan ungu sehingga cahaya merah dan jingga dihamburkan lebih sedikit daripada cahaya biru dan ungu. Itulah sebabnya mengapa langit tampak berwarna biru.
Sumber:
·         http://www.google.co.id